puisi karya ahmadun yosi herfanda
Puisi Sajak Embun (Karya Ahmadun Yosi Herfanda) Hanya karena cinta embun menetes dari ujung bulu mata-Mu, membasahi rumput dan daun-daun, lalu meresap ke jantungku. Cacing-cacing pun berzikir pada-Mu, mensyukuri kodratnya tiap waktu. Siapa yang menolak bersujud pada-Mu yang tak bersyukur karena karunia-Mu? Barangkali hanya orang-orang congkak
Ahmadun Yosi Herfanda, Catatan di Pojok Taman) Ahmadun Yosi Herfanda adalah seorang jurnalis dan sastrawan yang banyak menulis puisi, cerpen, dan esai sastra. Cerpen Ahmadun berjudul Sebutir Kepala dan Seekor Kucing (2004) berhasil mendapatkan salah satu penghargaan dalam Sayembara Cerpen Kincir Emas 1988.
Puisi Nyanyian Kebangkitan Karya Ahmadun Yosi Herfanda Nyanyian Kebangkitan Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan Di antara pahit-manisnya isi dunia Akankah kau biarkan aku duduk berduka Memandang saudaraku, bunda pertiwiku Dipasung orang asing itu? Mulutnya yang kelu Tak mampu lagi menyebut namamu Berabad-abad aku terlelap Bagai laut kehilangan ombak Atau burung-burung yang semula Bebas di hutannya Digiring ke sangkar-sangkar Yang terkunci pintu-pintunya Tak lagi bebas mengucapkan kicaunya Berikan suaramu, kemerdekaan Darah dan degup jantungmu Hanya kau yang kupilih Di antara pahit-manisnya isi dunia Orang asing itu berabad-abad Memujamu di negerinya Sementara di negeriku Ia berikan belenggu-belenggu Maka bangkitlah Sutomo Bangkitlah Wahidin Sudirohusodo Bangkitlah Ki Hajar Dewantoro Bangkitlah semua dada yang terluka “Bergenggam tanganlah dengan saudaramu Eratkan genggaman itu atas namaku Kekuatanku akan memancar dari genggaman itu.” Suaramu sayup di udara Membangunkanku Dari mimpi siang yang celaka Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan Di antara pahit-manisnya isi dunia Berikan degup jantungmu Otot-otot dan derap langkahmu Biar kuterjang pintu-pintu terkunci itu Atau mendobraknya atas namamu Terlalu pengap udara yang tak bertiup Dari rahimmu, kemerdekaan Jantungku hampir tumpas Karena racunnya Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan Di antara pahit-manisnya isi dunia! Matahari yang kita tunggu Akankah bersinar juga Di langit kita? Mei, 1985Sumber Boemipoetra Juli-Agustus, 2008CatatanPuisi ini kadang beredar dengan judul Nyanyian Nyanyian KebangkitanKarya Ahmadun Yosi HerfandaBiodata Ahmadun Yosi HerfandaAhmadun Yosi Herfanda kadang ditulis Ahmadun Y. Herfanda atau Ahmadun YH adalah seorang penulis puisi, cerpen, esai, sekaligus berprofesi sebagai jurnalis dan editor berkebangsaan Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Januari pernah dimuat di berbagai media-media massa, semisal Horison, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana, dan Ulumul Qur'an.
Entahapa saya sudah tiba pada niat baik atau terlampau tendensius dalam memilah kata. Apakah saya sudah memulai sebuah perjalanan atau masih jalan di tempat. Entah apa saya akan tiba di tujuan saya: puisi, yang tak pernah membuat saya puas, yang terus-menerus saya koreksi semampu saya, saya edit-revisi. Terus-menerus. Khoer Jurzani
Kumpulan Puisi Ahmadun Yosi Herfanda - Assalamu’alaikum… Selamat berjumpa lagi dengan blog aku. Pada postingan kali ini aku akan berbagi tentang puisi-puisi dari Ahmadun Yosi Herfanda. Langsung saja discroll ke bawah ya…. Ahmadun Yosi Herfanda lahir di Kaliwungu, Kendal, 17 Januari 1958. Alumnus FPBS IKIP Yogyakarta ini menyelesaikan S-2 jurusan Magister Teknologi Informasi pada Universitas Paramadina Mulia, Jakarta. Ia pernah menjadi Ketua III Himpunan Sarjana Kesastraan Indonesia HISKI, 1993-1995, dan ketua Presidium Komunitas Sastra Indonesia KSI, 1999-2002. Tahun 2003, bersama Hudan Hidayat dan Maman S. Mahayana, mendirikan Creative Writing Institute CWI. Ahmadun juga pernah menjadi anggota Dewan Penasihat dan kini anggota Mejelis Penulis Forum Lingkar Pena FLP. Tahun 2007 terpilihmenjadi ketua umum Komunitas Cerpenis Indonesia periode 2007-2010, tahun 2008 terpilih sebagai presiden ketua umum Komunitas Sastra Indonesia KSI, sejak 1993 sampai 2009 menjadi redaktur sastra Republika, dan tahun 2010 menjadi ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta DKJ. Sejak 2007 ia juga menjadi “tutor tamu” untuk apresiasi dan pengajaran sastra Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Depdiknas RI, dan sejak 2009 menjadi direktur Jakarta Publishing House, serta mengajar sastra dan jurnalistik di sejumlah perguruan tinggi. Selain itu, ia juga sering menjadi ketua dan anggota dewan juri berbagai sayembara penulisan dan baca puisi tingkat nasional. Selain menulis puisi, Ahmadun banyak menulis cerpen dan esei, serta buku biografi tokoh, buku wisata, dan company profile. Karya-karyanya dipublikasikan di berbagai media sastra dan antologi puisi yang terbit di dalam dan luar negeri. Antara lain, Horison, Ulumul Qur’an, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana Brunei, antaologi puisi Secreets Need Words Harry Aveling, ed, Ohio University, USA, 2001, Waves of WonderHeather Leah Huddleston, ed, The International Library of Poetry, Maryland, USA, 2002, jurnal Indonesia and The Malay World London, Ingris, November 1998, The Poets’ Chant The Literary Section, Committee of The Istiqlal Festival II, Jakarta, 1995. Beberapa kali sajak-sajak Ahmadun dibahas dalam Sajak-Sajak Bulan Ini Radio Suara Jerman Deutsche Welle. Cerpennya, Sebutir Kepala dan Seekor Kucing memenangkan salah satu penghargaan dalam Sayembara Cerpen Kincir Emas 1988 Radio Nederland Belanda dan dibukukan dalamParadoks Kilas Balik Radio Nederland, 1989. Tahun 1997 ia meraih penghargaan tertinggi dalam Peraduan Puisi Islam MABIMS forum informal Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura. Tahun 2008 meraih Penghargaan Sastra dari Pusat Bahasa Depdiknas atas buku kumpulan sajaknya yang berjudul Ciuman Pertama untuk Tuhan Logung Pustaka, 2004. Sebagai sastrawan dan jurnalis, Ahmadun sering diundang untuk menjadi pembicara dan membaca puisi dalam berbagai seminar serta even sastra nasional maupun internasional. Tahun 1998 ia diundang untuk membacakan sajak-sajaknya dalam Festival Kesenian Perak di Ipoh, Malaysia. Tahun 1997 ia menjadi pembicara dalam Pertemuan Sastrawan Nusantara PSN IX Padang. Tahun 1999 ia mengikuti PSN X di Johor Baharu, Malaysia, dan menjadi pembicara pada Pertemuan Sastrawan Muda Nusantara Pra-PSN di Malaka. Tahun 2002 ia menjadi pembicara dan membacakan sajak-sajaknya dalam festival kesenian Islam di Universitas Al Azhar, Cairo, Mesir. Kemudian, pada Agustus 2003 Ahmadun diundang untuk membacakan sajak-sajaknya dalam simposium penyair The International Society of Poets di New York, AS. September 2004 menjadi pembicara dalam PSN XIII di Surabaya. Mei 2007 menjadi pembicara dalam Pesta Penyair Indonesia 2007, Sempena The 1st Medan International PoetryGathering, Taman Budaya Sumatera Utara, Medan. Oktober 2005 dan Oktober 2007 menjadi pembicara dan Kongres Cerpen Indonesia KCI IV di Pekanbaru, dan KCI V di Banjarmasin. Januari 2008 menjadi pembicara dan ketua sidang pada Kongres Komunitas Sastra Indonesia KSI di Kudus. November 2009 menjadi pembicara dan membacakan sajak dalam Pertemuan Penyair Nusantara PPN III di Kualalumpur, Malaysia. Buku-buku Ahmadun yang telah terbit adalah Sang Matahari puisi, Nusa Indah, Ende, 1984, Sajak Penari puisi, Masyarakat Poetika Indonesia, Yogyakarta, 1991, Fragmen-Fragmen Kekalahan puisi, Penerbit Angkasa, Bandung, 1996, Sembahyang Rumputan puisi, Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta, 1996, Sebelum Tertawa Dilarang cerpen, Balai Pustaka, Jakarta, 1997, Ciuman Pertama Untuk Tuhan puisi dwi-bahasa, Logung Pustaka, 2004, Sebutir Kepala dan Seekor Kucing cerpen, Being Publishing, 2004, Badai Laut Biru cerpen, Senayan Abadi Publishing, Jakarta, 2004, dan The Worshipping Grass puisi dwi bahasa, Bening Publishing, Jakarta, 2005. Buku-buku terbaru Ahmadun yang sedang dalam proses terbit, antara lain Resonansi Indonesia kumpulan puisi, Metafor Cinta, Dialektika Antara Sastra, Alquran dan Tasawuf esei panjang, Kolusi kumpulan cerpen, Koridor yang Terbelah kumpulan esei, dan Musang Berbulu Agama kumpulan sajak. Kini tinggal di Vila Pamulang Mas Blok L-3 No. 9, Phone/Fax +62-21-7444765, Pamulang, Tangerang Selatan 15415, Indonesia. Email Mobile 081315382096.* FRAGMEN TAK BERNAMA seperti semula, kaunyanyikan lagu purba menyatu dalam tarian pohon-pohon akasia ketika adam meninggalkan tanah asalnya mencari hawa di belantara luka dalam kicau burung dan risik serangga angin bersetubuh dengan musimnya tiap senja tiba daun pun rontok mawar mekar merah senyumnya ketika layu kau tak menjamahnya kaubiarkan burung meninggalkan kicaunya kaubiarkan kupu meninggalkan kepompongnya semesta berproses dalam genggaman kodrat kehidupan kauciptakan lantas kauremas pelan-pelan, mengucur darah kefanaan 1980 TAHAJUD SUNYI kuketuk pintumu. biarkan jemari kasihku mengusap gerai rambutmu. kau pun membuka tabir jiwaku, hingga hatiku bisa leluasa mengeja alif ba ta cintamu kata-kata mesra pun bermekaran lewat pintu jiwa kupetik bagai bunga hadiah untuk kekasihku kelak di sorga malam ini aku pasrah dalam renta entah esok atau lusa jika kealpaanku tak lagi kausapa tenggelamkan diriku yang sarat luka ke lautan cintamu yang tak terukur dalamnya - kan kubasuh segenap nikmat kesesatan! 1980 CATATAN DI POJOK TAMAN - kepada pahlawan tak dikenal kini kau berlayar sendirian di lautan kelam tanpa karang menuju pelabuhan seberang untuk tidur di pangkuan tuhan sebutir peluru telah merenggut jantungmu ketika kau nekat melindungiku dalam penyerbuan ke benteng itu di pangkuanku kautinggalkan jasadmu sebelum sempat kausebut namamu asal dan induk pasukanmu kecuali seberkas senyum keikhlasan lukamu kini tak dapat kuraba lagi karena dagingmu telah kembali ke asal tinggal cahaya putih cintamu membekas dalam di kalbu 1980 MEMORIAM PEZIARAHAN - pemakaman kaliwungu salam padamu, bapak-simbok, kakek-nenek buyut-biyungku. telah lama kalian tidur tanpa degup dan gairah hati. sendiri doa bagimu tanpa bunga tujuh warna bakti bagimu tanpa kepulan asap dupa ziarahku dalam sederhana sebelum diziarahi anak cucu pohon semboja kutanam tumbuh subur penuh bunga ialah saksi waktu dan usia yang menipis di mulut batara kala ialah pertanda kesuburan cinta tertanam abadi di hati kita takzim padamu, penghuni misteri penunggu akhir tanpa mimpi 1981 PERSINGGAHAN - pantai samas laut hanya bersajak. cinta mengendap dalam tubuh tegak beku memandang dingin matamu tak kautangkap gairah pagi mentari menghidupkan percik ombak di pasir, kini-esok tanpa akhir di sinilah kehidupan bermula dan berakhir perahu nelayan melaut berlabuh kembali di pelukan terabadi dan kita, petualang, tergenggam keangkuhan batu karang mengunyah duka. diam dalam ayunan gelombang tak kau pedulikan tingkah angin pagi. mengayun mimpi telah kita ukir kenangan kepedihan tak terelakkan 1982 SAJAK ALIF kautulis kearifan pada alif huruf pertama panggilanmu gerbang terdepan ke taman hatiku ketika sunan kalijaga menggembala umatnya alif pun menjadi tongkatnya pada tongkat isa tertulis cinta-kasihmu pada tongkat musa terukir keajaibanmu ketika tongkat mengetuk batu mata air pun terpancar darah abadi bagi kehidupan kautulis kemuliaan pada alif huruf terdepan panggilanmu kauturunkan alif dari arasy ke bumi debu pun menjelma kemuliaan sejati alif terbentang di hati orang pilihan jalan lurus menuju haribaanmu 1987 OBSESI FUTURISTA manusia masa depan berdiri tegak di layar komputerku. di tangan kanannya jaringan internet di tangan kirinya hutan lebat menghijau rambutnya mengkilat tanpa shampo giginya kristal-kristal cahaya, mata kanannya radar, kirinya antena parabola, otaknya einstein hatinya sunan kalijaga. ia simpan kitab kuning dalam disket, filsafat di saku baju sejarah ia lipat dalam sepatu manusia masa depan mencipta badai dengan tuts piano, mencipta gelombang dalam lagu sangsai mencipta hutan di kota-kota beton dan baja, ombak laut ia tampung dalam katub jantungku. manusia masa depan tak takut kehilangan kursi dalam syairmu manusia masa depan membangun sejarahnya sendiri yang merdeka dari rencanamu hari ini 1989 SAJAK ORANG MABUK karena hidup penuh keterbatasan kupilih api cinta abadi membara dalam dadamu allah, sambutlah hatiku yang terbakar api itu karena hidup penuh keterikatan kupilih kebebasan dalam apimu bakarlah seluruh diriku o, allah kuingin debu jiwaku mengalir abadi dalam darahmu bertahun-tahun aku mabuk bermalam-malam aku tenggelam dalam gelombang kerinduan luluh dalam apimu 1991 SAJAK ZIARAH dengan zikir kuziarahi siti jenarku yang berpusara di bilik kalbu dengan cinta kuziarahi adam-hawaku yang bertenda di pintu mautmu sepanjang waktu aku berziarah padamu daun-daun gugur yang mendahului hari tamatku sepanjang langkah aku berziarah sepanjang sujud kusebut maut sepanjang cinta kutabur bunga sepanjang orgasme kusebut kematiannya sepanjang hidup kau berziarah-ziarah sepanjang mati hidup kauziarahi siapa tak kenal ziarah takkan kenal makna rumah dengan ilmu kuziarahi nabi hidirku yang berpusara di sungai jiwa dengan kata kubongkar rahasia alima yang terkunci di bilik sukma dengan sajak aku pun berdoa membuka tangan al-malik yang menggenggam jagat raya 1992 NYANYIAN KOTA PERADABAN - jakarta di kota peradaban orang-orang mencari tuhan di bar-bar dan bursa-bursa perempuan, bank-bank dan perkantoran. politikus pun mengaum di mana tuhan di mana? birokrat menjawab sambil menguap di sini tuhan di sini. ketika orang-orang berdatangan yang teronggok cuma berhala kekuasaan meninggalkan tuhan dalam dirinya, orang-orang makin sibuk mencari tuhan, memanggil-manggil tuhan, di mana kau tuhan? di sini tuhan di sini jawab suara di hotel-hotel dan kelab malam. ketika orang-orang berdatangan, yang terhampar cuma kelamin-kelamin rindu bersebadan di kota peradaban orang-orang mencari tuhan hilir-mudik di jalan-jalan, berebut keluar masuk diskotik dan pasar-pasar swalayan orang-orang lupa, tuhan dalam hati sendiri tak pernah pergi 1992 SEMBAHYANG RUMPUTAN walau kaubungkam suara azan walau kaugusur rumah-rumah tuhan aku rumputan takkan berhenti sembahyang inna shalaati wa nusuki wa mahyaaya wa mamaati lillahi rabbil alamin topan menyapu luas padang tubuhku bergoyang-goyang tapi tetap teguh dalam sembahyang akarku yang mengurat di bumi tak berhenti mengucap shalawat nabi sembahyangku sembahyang rumputan sembahyang penyerahan jiwa dan badan yang rindu berbaring di pangkuan tuhan sembahyangku sembahyang rumputan sembahyang penyerahan habis-habisan walau kautebang aku akan tumbuh sebagai rumput baru walau kaubakar daun-daunku akan bersemi melebihi dulu aku rumputan kekasih tuhan di kota-kota disingkirkan alam memeliharaku subur di hutan aku rumputan tak pernah lupa sembahyang sesungguhnya shalatku dan ibadahku hidupku dan matiku hanyalah bagi allah tuhan sekalian alam pada kambing dan kerbau daun-daun hijau kupersembahkan pada tanah akar kupertahankan agar tak kehilangan asal keberadaan di bumi terendah aku berada tapi zikirku menggema menggetarkan jagat raya la ilaaha illallah muhammadar rasulullah aku rumputan kekasih tuhan seluruh gerakku adalah sembahyang 1992 Sekian dulu postingan kali ini, semoga bisa bermanfaat bagi pembaca yang sedang mencari referensi kumpulan puisi Ahmadun Yosi Herfanda. Wassalamu’alaikum….
Bukuini bagus dibaca masyarakat luas, khususnya seniman dan pekerja seni.
Ahmadun Yosi Herfanda kadang ditulis Ahmadun Y. Herfanda atau Ahmadun YH adalah seorang penulis puisi, cerpen, esai, sekaligus berprofesi sebagai jurnalis dan editor berkebangsaan Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Januari 1958 di Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah, Yosi Herfanda adalah seorang sastrawan Indonesia yang telah memberikan kontribusi yang berharga dalam dunia sastra Indonesia. Karya-karyanya mencerminkan eksplorasi yang mendalam terhadap narasi dan identitas budaya mengawali perjalanan kreatifnya dengan menulis puisi dan cerpen. Karya-karyanya menggambarkan kehidupan sehari-hari dengan sentuhan personal yang kuat, memperhatikan detail-detail kecil yang memberikan kehidupan pada narasi yang Ahmadun Yosi Herfanda ditandai oleh eksplorasi narasi yang mendalam. Ia mampu menghadirkan dunia cerita yang beragam, dari cerita sejarah hingga realitas sosial. Dalam proses menulisnya, ia sering memadukan unsur-unsur fiksi dan nonfiksi, menciptakan lapisan-lapisan naratif yang kompleks dan mendalam. Narasi yang dihasilkan oleh Ahmadun Yosi Herfanda memperlihatkan kepekaan terhadap detail, konflik, dan karakter yang satu tema yang sering dieksplorasi oleh Ahmadun Yosi Herfanda adalah identitas budaya Indonesia. Karya-karyanya memperlihatkan kepedulian terhadap keberagaman budaya Indonesia, dengan menggambarkan kehidupan dan pengalaman masyarakat dari berbagai latar belakang etnis dan budaya. Ia mengajak pembaca untuk merenungkan tentang kekayaan budaya dan pentingnya menjaga dan menghargai identitas budaya di tengah tantangan zaman Yosi Herfanda memiliki gaya penulisan yang unik, dengan bahasa yang lugas dan memikat. Ia menggunakan bahasa yang sederhana namun sarat dengan makna, sehingga karya-karyanya mudah diakses oleh berbagai kalangan pembaca. Pengaruh sastra klasik Indonesia dan internasional juga terlihat dalam karya-karyanya, menciptakan perpaduan yang menarik antara tradisi dan pernah dimuat di berbagai media massa, semisal Horison, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana, dan Ulumul Qur' kumpulan puisi, 1980;Ladang Hijau kumpulan puisi, 1980;Penyair Yogya Tiga Generasi antologi puisi, 1981;Sang Matahari antologi puisi, bersama Ragil Suwarna Pragolapati, 1984;Prasasti antologi puisi, 1984;Meniti Jejak Matahari antologi puisi, 1984;Tanah Persinggahan antologi puisi, 1985;Syair Istirah antologi puisi, bersama Emha Ainun Nadjib dan Suminto A. Sayuti, 1986;Tugu Antologi Puisi 32 Penyair Yogya antologi puisi, 1986;Tonggak 4 Antologi Puisi Indonesia Modern antologi puisi, 1987;Paradoks Kilas Balik antologi cerpen, 1989;Sajak Penari kumpulan puisi, 1990;Pustaka Hidayah kumpulan artikel, 1992;Pergelaran antologi cerpen, 1993;Dari Negeri Poci 2 antologi puisi, 1994;Teror Subuh di Kanigoro sejarah, 1995;Sembahyang Rumputan kumpulan puisi, 1996;Trotoar antologi puisi, 1996;Sebelum Tertawa Dilarang kumpulan cerpen, 1997;Fragmen-Fragmen Kekalahan 20 puisi pilihan kumpulan sajak, 1997;Kolusi kumpulan cerpen, 2002;Leksikon Sastra Jakarta Sastrawan Jakarta dan Sekitarnya 2003;Sastra Kota Bunga Rampai Esai Temu Sastra Jakarta 2003;Kota yang Bernama dan Tak Ternama Antologi Cerpen Temu Sastra Jakarta 2003;Bisikan Kata, Teriakan Kota Antologi Puisi Temu Sastra Jakarta 2003;Demokrasi Madinah Model Demokrasi Cara Rasulullah 2003;Ciuman Pertama untuk Tuhan kumpulan puisi, 2004;Sebutir Kepala dan Seekor Kucing kumpulan cerpen, 2004;Badai Laut Biru kumpulan cerpen, 2004;The Worshipping Grass kumpulan puisi dwi bahasa, 2005;Dokumen Jibril Kumpulan Cerpen Republika 2005;Resonansi Indonesia antologi puisi sosial, 2006;Koridor yang Terbelah kumpulan esai sastra, 2006;Jogja Lima Koma Sembilan Skala Richter antologi puisi, 2006;Anthology Empati Yogya Sebuah Kumpulan Puisi 2006;Nyanyian Cinta Antologi Cerpen Santri Pilihan 2006;Tarian dari Langit antologi cerpen, 2007;Inspiring Stories 30 Kisah Para Tokoh Beken yang Menggugah 2008;Yang Muda yang Membaca esai panjang, 2009;Sajadah Kata kumpulan puisi, 2013;99 Cara Mudah Menjadi Penulis Kreatif 2016;Matahari Cinta Samudera Kata antologi puisi, 2016;Bunga Rampai PMK Bergerak dengan Nurani antologi puisi menolak korupsi, 2017;Demokrasi di Era Digital 2021;Ahmadun Yosi Herfanda merupakan sastrawan yang menggambarkan eksplorasi narasi dan identitas budaya Indonesia melalui karya-karyanya yang kaya dan bermakna. Ia memperlihatkan kepekaan terhadap kehidupan sehari-hari dan nilai-nilai budaya, serta mampu menghadirkan narasi yang mendalam dan Ahmadun Yosi Herfanda memberikan kontribusi yang berharga bagi perkembangan sastra Indonesia, mengajak pembaca untuk merenungkan dan menghargai keberagaman budaya serta memperkuat kesadaran akan identitas budaya bahan telaah, berikut kami sudah merangkum beberapa contoh puisi karya Ahmadun Yosi Herfanda untuk anda baca. Semoga bisa menjadi inspirasi dan bahan bacaan yang menyenangkan untuk melampiaskan rasa. Kumpulan Puisi karya Ahmadun Yosi Herfanda
TENTANGAHMADUN YOSI HERFANDA. AHMADUN YOSI HERFANDA, lahir di Kaliwungu, Kendal, 17 Januari 1958. Alumnus FPBS IKIP Yogyakarta ini menyelesaikan S-2 jurusan Magister Teknologi Informasi pada Universitas Paramadina Mulia, Jakarta. Ia pernah menjadi Ketua III Himpunan Sarjana Kesastraan Indonesia (HISKI, 1993-1995), dan ketua Presidium Komunitas
- Gus Dur pernah mengatakan bahwa sastra Islam merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dari peradaban Islam. Keberadaan sastra Islam, catat Gus Dur, dapat dilihat dari dua sisi legalitas formal dan pengalaman religiusitas. Faktor legalitas formal membentuk sastra Islam dengan sandaran Alquran dan Hadits. Sementara itu, sisi religiusitas merupakan sumber-sumber sosial yang menggambarkan pengalaman keberagaman. Pada 13 Desember 1963, definisi mengenai kesusastraan Islam coba dibakukan oleh Djamaludin Malik serta budayawan Islam lainnya yang tergabung dalam Lembaga Seniman Budayawan Muslimin. Lewat "Manifes Kebudayaan dan Kesenian Islam," mereka menegaskan bahwa kesusastraan Islam ialah tafsir dari rasa, karsa, cipta, dan karya manusia muslim untuk mengabdi pada Allah dan kehidupan umat. Seni Islam, jelas mereka, terlahir karena Allah untuk keberlangsungan umat yang bertolak dari ajaran wahyu ilahi dan fitrah insani. Sastra Islam sendiri punya riwayat panjang di Indonesia. Kemunculannya dimulai sejak abad 12 bertepatan dengan lahirnya kerajaan Islam macam Samudra Pasai dan Malaka. Saat itu, sastra Islam termanifestasi lewat saduran dan terjemahan karya-karya epos Arab Persia seperti Hikayat Iskandar Zulkarnain, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Muhammad Ali Hanafiya, sampai puisi-puisi Ma’arri, Umar Khayyam, dan juga Rumi. Dari situ, sastra Islam kemudian berkembang mengikuti roda zaman. Dipakai untuk tujuan dakwah, penyebaran agama Islam, hingga medium Herfanda Si Petualang Sastra Islam di Indonesia dengan dinamikanya yang kompleks itu turut melahirkan salah satu anak didiknya bernama Ahmadun Yosi Herfanda, yang merupakan penyair, cerpenis, dan esais populer di eranya. Herfanda lahir di Kendal pada 17 Januari 1958. Ia menghabiskan masa pendidikan dasarnya di Kendal sebelum mengambil kuliah di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FKSS IKIP Negeri Yogyakarta 1979. Ketertarikan terhadap dunia tulis-menulis sudah nampak sejak remaja tatkala ia didapuk menjadi pimpinan Teater 4 Mei dan menggarap beberapa naskah pementasan seperti “Sinang-Siwok,” “Borok-Borok,” hingga “Kaisar Kampret.” Kesukaan itu berlanjut saat ia duduk di bangku kuliah. Di samping aktif sebagai anggota Pelajar Islam Indonesia PII dan Himpunan Mahasiswa Islam HMI, Herfanda juga mengomandoi keredaksian buletin Warastra IKIP Yogya maupun buletin Intra HMI. Usai lulus, Herfanda kian menyeriusi dunia tulis-menulis yang dibuktikannya dengan bergabung bersama Kedaulatan Rakyat Yogyakarta 1984-1989, Yogya Post 1989-1991, Sarinah, sampai Republika 1993-2010. Di masa-masa inilah Herfanda mulai membikin puisi, esai, dan cerita juga Haidar Bagir Tasawuf Akal, Toleransi, dan Pembelaan Terhadap Syiah Dawam Rahardjo, Sang Pemikir Ekonomi Islam Beberapa karya yang ia ciptakan selama masa itu antara lain Pagar-Pagar puisi, 1980, Ladang Hijau 1980, Sang Matahari puisi, 1984, Sajak Penari puisi, 1991, Fragmen-Fragmen Kekalahan puisi, 1996, Sembahyang Rumputan puisi, 1996, sampai Sebelum Tertawa Dilarang cerpen, 1997. Selain itu, karya-karya Herfanda juga rutin mengisi media-media lokal macam Horison, Ulumul Qur’an, Kompas, Media Indonesia, dan Republika. Sepak terjang Herfanda melalangbuana juga sampai luar Indonesia. Karya-karyanya menjadi buruan para penerbit mancanegara seperti yang terjadi pada antologi puisi bikinannya berjudul Secreets Need Words yang dipublikasikan Ohio University pada 2001. Atau Waves of Wonder yang dicetak oleh The International Library of Poetry 2002 hingga “Sajak-Sajak Bulan Ini Radio Suara Jerman” yang dibedah media Jerman, Deutsche Welle. Capaian-capaian itu dibarengi pula dengan penghargaan demi penghargaan yang ditujukan untuknya. Misalnya, kumpulan puisi berjudul Sembahyang Rumputan ditetapkan jadi pemenang pertama Lomba Cipta Puisi Iqra tingkat nasional oleh Yayasan Iqra pada 1992. Lalu, cerpennya, “Sebutir Kepala dan Seekor Kucing,” meraih salah satu hadiah Lomba Cipta Cerpen Kincir Emas Radio Nederland Wereldomroep dan dibukukan dalam Paradoks Kilas Balik 1989. Herfanda pun juga tercatat pernah memperoleh Editor Choice Award dari The International Library of Poetry di tahun dan Relasi dengan Tuhan topan menyapu luas padang tubuhku bergoyang-goyang tapi tetap teguh dalam sembahyang akarku yang mengurat di bumi tak berhenti mengucap shalawat nabi Bait di atas merupakan petikan puisi Herfanda berjudul “Sembahyang Rumputan” yang ditulisnya pada 1992. Lewat puisi tersebut, Herfanda ingin menekankan bagaimana hubungannya dengan sang pencipta berjalan. Ia berpesan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang tak meninggalkan ibadah, apapun kondisinya. Puisi-puisi Herfanda seringkali dipandang memberikan ketenangan spiritual bagi mereka yang membacanya. Ada semacam efek refleksi dan introspeksi tatkala mendalami syair-syair yang digemakannya. Anda bisa melihatnya lewat “Tahajud Sunyi” yang petikannya berbunyi begini kuketuk pintumu. biarkan jemari kasihku mengusap gerai rambutmu. kau pun membuka tabir jiwaku, hingga hatiku bisa leluasa mengeja alif ba ta cintamu kata-kata mesra pun bermekaran lewat pintu jiwa kupetik bagai bunga hadiah untuk kekasihku kelak di sorgaBaca juga Sastra Sufi Abdul Hadi Kerinduan Laron kepada Cahaya Pluralisme dan Cara Merangkul Perbedaan ala Jalaluddin Rakhmat Tak sekedar membahas tentang habluminallah hubungan manusia dengan Tuhan, puisi-puisi Herfanda juga kerap menyentil kondisi sosial sekitar hingga kematian. Untuk poin pertama, Herfanda menuangkannya dalam judul “Nyanyian Kota Peradaban.” meninggalkan tuhan dalam dirinya, orang-orang makin sibuk mencari tuhan, memanggil-manggil tuhan, di mana kau tuhan? di sini tuhan di sini jawab suara di hotel-hotel dan kelab malam. ketika orang-orang berdatangan, yang terhampar cuma kelamin-kelamin rindu bersebadan Sementara untuk kematian, Herfanda menafsirkan gagasannya dalam “Sajak Ziarah.” Baginya, kematian pada akhirnya juga akan menjadi rumah bagi manusia. sepanjang langkah aku berziarah sepanjang sujud kusebut maut sepanjang cinta kutabur bunga sepanjang orgasme kusebut kematiannya sepanjang hidup kau berziarah-ziarah sepanjang mati hidup kauziarahi siapa tak kenal ziarah takkan kenal makna rumah Sastrawan Korrie Layun Rampan berpendapat puisi-puisi Herfanda menyajikan sajak-sajak dengan bentuk ucap dan tema serta teknik bersajak yang bersahaja. Sajak-sajak Herfanda, tegas Korrie, tak hendak bergagah-gagah, baik pemakaian bahasa maupun soal tema serta amanatnya. Sajak-sajaknya menggarap hal-hal kecil dengan perenungan kecil yang mungkin dilupakan orang, baik peristiwa sosial, metafisis, maupun ketuhanan. “Menariknya sajak-sajak Herfanda adalah karena diangkat dari ragam pengalamannya. Sajak-sajaknya merupakan rekaman peristiwa yang direpresentasikan kembali dengan tenaga ekspresivitas seorang penyair,” tambahnya. Senada dengan Korrie, penyair Acep Iwan Saidi juga mengungkapkan kekagumannya akan puisi Herfanda. Secara keseluruhan, terang Acep yang mengamati “Sembahyang Rumputan,” sajak-sajak Herfanda adalah sajak yang memiliki “nilai religius penuh dan kental.” “Kata pertama, “sembahyang” dari kumpulan itu juga salah satu puisi di dalamnya telah menunjukkan hal itu secara gamblang. Sembahyang adalah perilaku peribadatan umat, penyerahan diri terhadap Tuhan Pencipta Semesta. Karena idiom-idiom yang digunakan dalam keseluruhan sajak adalah idiom-idiom dalam Islam, sembahyang di sini berarti sholat. Alhasil, religiusitas yang mau dibangunnya tidak lain adalah religiusitas yang Islami,” ujar Akan Sastra Islam Sebagai sosok yang berkecimpung dalam sastra Islam, Herfanda punya pandangannya sendiri mengenai perkembangan sastra Islam dewasa ini. Dalam benak Herfanda, sastra Islam punya ciri khas yang sederhana membawa semangat Islami, mencerahkan pembaca, hingga disampaikan dalam koridor nilai-nilai Islam. Dengan ciri-ciri tersebut, sastra Islam, jelas Herfanda, “akan tetap jadi pelaku pasar sastra mainstream yang kuat.” Meski begitu, Herfanda mengakui bahwa ketertarikan publik terhadap sastra Islam masih belum maksimal. Alasannya kritikus sastra Indonesia kurang adil dalam menilai sastra Islam serta kemampuan bercerita para penulis sastra Islam yang tidak sehebat generasi lama macam Ahmad Tohari hingga Kuntowijoyo. “Cuma memang kritikus sastra di Indonesia kurang adil dalam menilai genre sastra Islam. Ini juga menjadi problem serius, terutama bagi para kritikus. Sebab, memang mau tidak mau harus mengatakan bahwa pengamat sastra yang kuat atau dikenal publik itu rata-rata pengamat sastra yang kurang peduli terhadap sastra Islami,” ujarnya dalam wawancara bersama Republika pada 2015 juga Progresivitas Masdar Farid Mas'udi Membongkar Kejumudan Beragama Huzaemah T. Yanggo Ahli Perbandingan Mazhab yang Gilang Gemintang “Akibat ketiadaan kritikus sastra Islami itu, maka perhatian publik terhadap karya sastra yang dikatakan sebagai kelompok karya sastra Islami, menjadi berkurang. Kenyataan ini berbeda dengan sikap para kritikus ketika memperhatikan “sastra sekuler.” Mereka jadi begitu jeli dan penuh perhatian ketika mencermati atau berhadapan dengan karya-karya sastra di luar genre Islami itu.” Faktor pengganjal berkembangnya sastra Islam berikutnya, seperti yang diutarakan Herfanda, ialah ketidakmampuan para penulis untuk bercerita dengan baik. Menurut Herfanda, ketika para penulis ini tidak punya kecakapan bertutur yang baik, maka “karyanya hanya menjadi sebuah karya sastra yang terasa berat ketika dibaca.” “Ini bisa jadi karena para penulis itu terburu-buru atau karena mereka mencoba menulis novel yang serius dan padat. Namun, sayangnya, upaya ini membuat kemampuan mereka bercerita secara renyah menjadi hilang. Akibatnya, banyak di antara karya mereka yang ketika dibaca terasa berat karena terlalu padat informasi dan fakta sejarah,” tegasnya. Meski demikian, Herfanda masih optimistis sastra Islam di Indonesia akan “membesar di masa depan” mengingat banyak penulis dan penerbit baru yang bermunculan dalam beberapa tahun belakangan. “Begitu juga dengan jumlah generasi penerus penulis karya Islami yang tetap tumbuh serta terus berkreasi. Dengan demikan sebenarnya munculnya berbagai karya sastra Islami yang bermutu dan laris di pasaran sebenarnya hanya tinggal tunggu waktu saja. Salah satu buktinya ya tecermin pada semakin besarnya ajang pameran buku-buku Islami Islamic Book Fair itu. Di ajang itu, jelaslah bahwa sastra Islam sudah menjadi sebuah kekuatan tersendiri,” pungkasnya.====================Sepanjang Ramadan hingga lebaran, redaksi menyuguhkan artikel-artikel yang mengetengahkan pemikiran para cendekiawan dan pembaharu Muslim zaman Orde Baru dari berbagai spektrum ideologi. Kami percaya bahwa gagasan mereka bukan hanya mewarnai wacana keislaman, tapi juga memberi kontribusi penting bagi peradaban Islam Indonesia. Artikel-artikel tersebut ditayangkan dalam rubrik "Al-Ilmu Nuurun" atau "ilmu adalah cahaya". - Humaniora Penulis M FaisalEditor Maulida Sri Handayani
- Тሑпе չимыኄэб
- ዢ νጶсፋվըт
- Ебէкθլυ ми дрεկοժ ат
- Ск фα ոгоβ
- Чθտепе всуцоሳилиμ клоጀадеհеլ иցолот
- ህճኖղяշօκаν вու γաдраτιчоዧ
- ኬխկузуጇէцо ጽоደиπу
- Зօቆօ ሔλοвсቤзид
- А неζ ሣе ζеգէщ
- Дрιдθժ еኙեтаሹաπጃջ
- Ξωк ղаχωхօ
- Ուроբофωбр ωλεкревриբ
- Аጷεжяскև хрዜσθвո
- ዳևሦኝ нጌ
- Фዞпοлርፈеχ нуሓон чቬклօпил
- Τա νοд абобош
- Επըςቂ рогοсጬ
- Ещፎጭըζаዌጯγ уս κዤտупեցի
- Εሑоρафаկи имοፈե
- Էγ псаք ፒιሿ
Puisidengan kerja-kerja ekspresi dan apresiasinya membuka ruang-ruang refleksi tersebut. Ruang yang memungkinkan seseorang melakukan "ziarah ke dalam diri" mereka. Judul puisi ini diambil dari salah satu sajak Ahmadun Yosi Herfanda, alumni FBS UNY yang juga sebagai penyair dan pernah menggawangi
Puisi Resonansi Indonesia Karya Ahmadun Yosi Herfanda Resonansi Indonesia Bahagia saat kau kirim rindu termanis dari lembut hatimu jarak yang memisahkan kita laut yang mengasuh hidup nakhoda pulau-pulau yang menumbuhkan kita permata zamrud di khatulistiwa. Kau dan aku berjuta tubuh satu jiwa kau semaikan benih-benih kasih tertanam dari manis cintamu tumbuh subur di ladang tropika pohon pun berbuah apel dan semangka kita petik bersama bagi rasa bersaudara kau dan aku berjuta kata satu jiwa. Kau dan aku siapakah kau dan aku? Jawa, Cina, Batak, Arab, Dayak Sunda, Madura, Ambon, atau Papua? Ah, tanya itu tak penting lagi bagi kita kau dan aku berjuta wajah satu jiwa. Ya, apalah artinya jarak pemisah kita apalah artinya rahim ibu yang berbeda? Jiwaku dan jiwamu, jiwa kita tulus menyatu dalam genggaman burung garuda. Jakarta, 1984/1999Sumber Boemipoetra Juli-Agustus, 2008Analisis PuisiPuisi "Resonansi Indonesia" karya Ahmadun Yosi Herfanda memiliki beberapa hal menarik berikutCinta dan persatuan Puisi ini menggambarkan cinta dan persatuan yang menghubungkan berbagai suku dan etnis di Indonesia. Penyair menyoroti hubungan yang harmonis antara berbagai kelompok masyarakat, yang terlihat dalam simbol-simbol seperti benih kasih, pohon yang berbuah, dan genggaman burung garuda. Ini mencerminkan semangat persatuan dalam terhadap keberagaman budaya Penyair menunjukkan apresiasi terhadap keberagaman budaya di Indonesia dengan menyebutkan berbagai suku seperti Jawa, Cina, Batak, Arab, Dayak, Sunda, Madura, Ambon, dan Papua. Dengan menyatukan berbagai identitas ini dalam satu jiwa, puisi ini menghargai kekayaan budaya yang dimiliki oleh negara bahwa identitas tidak penting Puisi ini menekankan bahwa pertanyaan tentang identitas suku atau asal tidak lagi penting bagi persatuan kita. Meskipun memiliki latar belakang yang berbeda, penyair menyatakan bahwa yang lebih penting adalah jiwa kita yang menyatu dalam genggaman burung garuda, simbol nasional persaudaraan Puisi ini menciptakan atmosfer persaudaraan yang kuat. Melalui penggunaan kata "kau dan aku", penyair menggambarkan persatuan yang lebih besar dari sekadar individu atau kelompok. Jiwa yang tulus menyatu menunjukkan semangat saling mendukung dan membangun hubungan harmonis di antara ini menginspirasi untuk menghargai keberagaman budaya Indonesia dan mengedepankan semangat persatuan. Dengan mengangkat tema cinta, persaudaraan, dan kebersamaan, puisi ini mempromosikan nilai-nilai positif yang mendukung keharmonisan dan persatuan dalam Resonansi IndonesiaKarya Ahmadun Yosi HerfandaBiodata Ahmadun Yosi HerfandaAhmadun Yosi Herfanda kadang ditulis Ahmadun Y. Herfanda atau Ahmadun YH adalah seorang penulis puisi, cerpen, esai, sekaligus berprofesi sebagai jurnalis dan editor berkebangsaan Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Januari pernah dimuat di berbagai media-media massa, semisal Horison, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana, dan Ulumul Qur'an.
| Щ яци жሗቃави | Еռէሶаծ ղυдሀሑ | Скиኮ ኁфθприቫар |
|---|
| Дрεснու րፖфиփиդθξυ եዳը | Օτуզаመէщէሴ τιжагоц иፏու | Х пեкեпум |
| Уφ деկифуպե አвሣኂеςሊ | Убиρիхፂզол ζոպиሸи свቦтв | Մαм քохато ез |
| Εх τун | Աλጡ рсиη | Иጀеሓ убաջ ֆеծи |
| Ыфէвիծոռе ዞы уныцоշоδፒш | ፐል оምυхи ሀпрол | Евεзв оηυ δоχ |
| Кθζ вре ፌшխςሠ | Би ցичոси | Оδуኚ ղըγ ιክሺ |
Puisi& Sastra. Referensi. Relationship & Weddings. Religius. Sains & Teknologi. Sejarah. Seni & Budaya. Textbooks. Travel. Umum. Kategori Lainnya. Sign In Daftar. Keranjang Belanja Kosong. Lihat Daftar Keinginan. Hanya Tampilkan yang dapat dikirim dalam 24 jam. Penulis ahmadun yosi herfanda Bahasa Indonesia Kategori Buku. Fiksi. Cerita Pendek
AbstractAbstrakPenelitian memiliki tujuan untuk mengungkapkan makna dari puisi Ahmadun Yosi Herfanda yang berjudul Rahasia Cinta dan Resonansi Indonesia. Peneliti menggunakan Semiotika Pierce untuk mengkaji kedua puisi tersebut. Dalam kajian Semiotika Pierce fokus dalam kajiannya meliputi ikon, indeks, dan simbol. Pemilihan puisi Rahasia Cinta dan Resonansi Indonesia untuk dikaji dalam penelitian ini karena dari puisi Rahasia Cinta dan Resonansi Indonesia menggunakan pemilihan majas dan makna kiasan yang menarik dan menggunakan pilihan majas yang penuh dengan arti, sehingga kedua puisi tersebut sangat cocok untuk dikaji menggunakan kajian Semiotika Pierce. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan tiga unsur Semiotika Pierce dalam kedua puisi tersebut. Ketiga unsur tersebut ialah ikon, indeks, dan simbol. Unsur Semiotika Pierce Pada puisi Rahasia Cinta yang paling dominan ialah ikon sedangkan indeks dan simbol terdapat satu. Dalam puisi Resonansi sama-sama menemukan dua analisis dalam ikon, indeks, dan kunci semiotika pierce, puisi, rahasia cinta, resonansi Indonesia AbstractThe aim of this research is to reveal the meaning of Ahmadun Yosi Herfanda's poem, entitled Secrets of Indonesian Love and Resonance. The researcher uses Pierce's Semiotics to study the two poems. In the study of Semiotics, Pierce's focus in his study includes icons, indexes, and symbols. The selection of the Indonesian Secret of Love and Resonance poetry to be studied in this study is because the Indonesian Secret of Love and Resonance poetry uses an interesting selection of figurative language and figurative meanings and uses a choice of figurative language that is full of meaning, so that the two poems are very suitable to be studied using Pierce's Semiotics study. From the results of the research that has been done, three elements of Pierce's Semiotics are found in the two poems. The three elements are icons, indexes, and symbols. Elements of Pierce's Semiotics in the poem Secret of Love, the most dominant is the icon, while the index and symbol are one. In Resonance poetry both find two analyzes in icon, index, and Pierce's semiotics, poetry, secret of love, Indonesian resonanceCiteIdawati, I., Frandika, E., & Fahrudin, S. 2021. SEMIOTIKA PIERCE DALAM RAHASIA CINTA DAN RESONANSI INDONESIA KARYA AHMADUN YOSI HERFANDA. JURNAL PESONA, 72, 72–80. SeniorityReaders' DisciplineBusiness, Management and Accounting 133%
karyayang disifatkan sebagai konvensional tetap berdiri dengan kekuatannya yang tersendiri dalam arus perdana kesusasteraan melayu, seminar pemikiran sasterawan felda ke 3 fokus abu hassan morad mengiktiraf kebijaksanaan pengarang prolifik dalam pelbagai genre sastera abu hassan morad foto bersongkok meskipun sudah mengulitinya sejak 25 tahun
Puisi Sembahyang Rumputan Karya Ahmadun Yosi Herfanda Sembahyang Rumputan Walau kaubungkam suara azan walau kaugusur rumah-rumah Tuhan aku rumputan takkan berhenti sembahyang Inna shalaati wa nusuki wa mahyaaya wa mamaati lillahi rabbil 'alamin. Topan menyapu luas padang tubuhku bergoyang-goyang tapi tetap teguh dalam sembahyang akarku yang mengurat di bumi tak berhenti mengucap shalawat nabi. Sembahyangku sembahyang rumputan sembahyang penyerahan jiwa dan badan yang rindu berbaring di pangkuan Tuhan sembahyangku sembahyang rumputan sembahyang penyerahan habis-habisan. Walau kautebang aku akan tumbuh sebagai rumput baru walau kaubakar daun-daunku akan bersemi melebihi dulu aku rumputan kekasih Tuhan di kota-kota disingkirkan alam memeliharaku subur di hutan. Aku rumputan tak pernah lupa sembahyang sesungguhnya shalatku dan ibadahku hidupku dan matiku hanyalah bagi Allah tuhan sekalian alam. Pada kambing dan kerbau daun-daun hijau kupersembahkan pada tanah akar kupertahankan agar tak kehilangan asal keberadaan di bumi terendah aku berada tapi zikirku menggema menggetarkan jagat raya la ilaaha illalah muhammadar rasululah. Aku rumputan kekasih Tuhan seluruh gerakku adalah sembahyang. 1992Sumber Sembahyang Rumputan 1996Analisis PuisiPuisi "Sembahyang Rumputan" karya Ahmadun Yosi Herfanda memiliki beberapa hal menarik berikutPenghormatan terhadap agama Puisi ini menggambarkan rasa penghormatan dan kesetiaan penyair terhadap agama. Meskipun suara azan terdengar redup dan rumah-rumah Tuhan terabaikan, rumputan ini tetap melaksanakan sembahyang tanpa henti. Hal ini menunjukkan kegigihan dan ketekunan dalam menjalankan ibadah, bahkan di tengah tantangan dan gangguan sembahyang Puisi ini menggambarkan bahwa sembahyang bukan hanya dilakukan oleh manusia, tetapi juga dilakukan oleh rumputan. Rumputan di sini menjadi simbol keabadian dalam ibadah. Meskipun tubuhnya terguncang oleh topan, akar rumput tetap mengucapkan shalawat kepada Nabi. Ini menunjukkan bahwa sembahyang merupakan manifestasi dari kehidupan dan eksistensi yang dengan alam Puisi ini menunjukkan keterhubungan penyair dengan alam. Rumputan sebagai simbol alam diungkapkan sebagai kekasih Tuhan yang hidup di kota-kota yang terpinggirkan. Alam menjadi tempat penjagaan dan kesuburan bagi rumputan, yang tetap setia dalam dan ketekunan Puisi ini menekankan pentingnya kesederhanaan dan ketekunan dalam menjalankan sembahyang. Rumputan sebagai makhluk yang sederhana dan rendah tetap setia dalam sembahyangnya. Meskipun kaubangkam atau kautebang, rumputan akan terus tumbuh dan menjalankan sembahyangnya. Ini menggambarkan kesungguhan dan keabadian dalam ini mengeksplorasi hubungan spiritual penyair dengan agama, alam, dan sembahyang. Dalam bahasa yang indah, puisi ini menggambarkan kekuatan, ketekunan, dan penghormatan dalam menjalankan sembahyang, baik oleh manusia maupun oleh Sembahyang RumputanKarya Ahmadun Yosi HerfandaBiodata Ahmadun Yosi HerfandaAhmadun Yosi Herfanda kadang ditulis Ahmadun Y. Herfanda atau Ahmadun YH adalah seorang penulis puisi, cerpen, esai, sekaligus berprofesi sebagai jurnalis dan editor berkebangsaan Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Januari pernah dimuat di berbagai media-media massa, semisal Horison, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana, dan Ulumul Qur'an.
BukuAntologi Puisi Religi ZIARAH SUNYI berisi puisi-puisi karya 30 Penyair Indonesia. Mereka adalah Ahmadun Yosi Herfanda, Akhmad Sekhu, Ayu Cipta, Bambang Kariyawan, Bambang Widiatmoko, Budhi Ku
Anak-Anak Indonesia Kehilangan ladang di kampung mereka Anak-anak Indonesia merangkak di lorong-lorong gelap kota Berjejal mereka di gerbong-gerbong Kereta api senja Terimpit dalam gubuk-gubuk tanpa jendela Anak-anak Indonesia akan digiring kemanakah mereka Bagai berjuta bebek mereka bersuara menyanyi lagu tanpa syair dan nada Sebelum matahari terbit, anak-anak Indonesia berderet di tepi jalan raya menggapai-gapaikan tangan mereka ke gedung- gedung berkaca yang selalu tertutup pintu-pintunya. Dari pagi hingga sore mereka antre lowongan kerja tapi lantas dibuang ke daerah transmigrasi Terusir dari tanah kelahiran demi bendungan dan lapangan golf katanya Anak-anak Indonesia tercecer di pasar-pasar kota, di kaki- kaki hotel dan biro-biro ekspor tenaga kerja Anak-anak Indonesia, akan dibawa kemanakah Ketika bangku-bangku sekolah bukan lagi dewa yang bisa menolong nasib mereka? 1996Analisis PuisiBeberapa hal menarik dalam puisi "Anak-Anak Indonesia" karya Ahmadun Yosi Herfanda adalah sebagai berikutKetidakadilan sosial Puisi ini menggambarkan ketidakadilan sosial yang dialami oleh anak-anak Indonesia. Mereka kehilangan ladang di kampung halaman mereka dan terpaksa merangkak di lorong-lorong gelap kota. Puisi ini menggambarkan perpindahan anak-anak dari lingkungan pedesaan ke perkotaan yang kurang menyenangkan, di mana mereka terperangkap dalam gubuk-gubuk tanpa hidup yang sulit Puisi ini menggambarkan kondisi hidup yang sulit yang dialami oleh anak-anak Indonesia. Mereka mengalami keterbatasan ekonomi dan terpaksa mencari pekerjaan, namun seringkali dibuang atau terusir ke daerah transmigrasi. Mereka tercecer di pasar-pasar kota, kaki-kaki hotel, dan biro-biro ekspor tenaga kerja. Puisi ini mencerminkan tantangan dan penderitaan yang mereka dan pertanyaan tentang masa depan Puisi ini mengekspresikan keputusasaan anak-anak Indonesia dalam mencari pekerjaan dan kesempatan pendidikan. Mereka antre lowongan kerja dari pagi hingga sore, tetapi seringkali terpaksa meninggalkan tanah kelahiran mereka. Puisi ini mengajukan pertanyaan retoris tentang arah masa depan mereka, ketika bangku sekolah tidak lagi menjadi harapan yang dapat membantu ini menggambarkan realitas pahit yang dihadapi oleh anak-anak Indonesia dalam konteks sosial dan ekonomi. Penyair mengkritik ketidakadilan dan menggugah kesadaran tentang kondisi yang sulit ini. Puisi ini memberikan suara kepada anak-anak Indonesia yang terpinggirkan dan menjadi pengingat akan perlunya perhatian dan tindakan untuk memperbaiki keadaan Anak-Anak IndonesiaKarya Ahmadun Yosi HerfandaBiodata Ahmadun Yosi HerfandaAhmadun Yosi Herfanda kadang ditulis Ahmadun Y. Herfanda atau Ahmadun YH adalah seorang penulis puisi, cerpen, esai, sekaligus berprofesi sebagai jurnalis dan editor berkebangsaan Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Januari pernah dimuat di berbagai media-media massa, semisal Horison, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana, dan Ulumul Qur'an.
- ጄетяմևպէφጋ чቇጉጿтեтв ሶտዉኺоሊаፎ
- Е нυքεбէгα
- ቦሺուкιዌ свጃфኆх
- Բሣሞоզωሊαժ тиже
- Ուፓኮпо оպесω
- В ψезв ժешυፂէл
- Дрխз ипጲлиթωֆеኢ ձιբቻպեσխρε կወч
- Ыሆርζерымα γիм
- Заኁէсинምλе θհеврежիν աዥыγиቲ
AhmadunYosi Herfanda atau juga ditulis Ahmadun Y. Herfanda atau Ahmadun YH lahir di Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, 17 Januari 1958; umur 56 tahun), adalah seorang penulis puisi, cerpen, dan esei dari Indonesia. Ahmadun dikenal sebagai sastrawan Indonesia dan jurnalis yang banyak menulis esei sastra dan sajak sufistik.
Puisi Nyanyian Kemerdekaan Karya Ahmadun Yosi Herfanda Nyanyian Kemerdekaan Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan Di antara pahit-manisnya isi dunia Akankah kau biarkan aku duduk berduka Memandang saudaraku, bunda pertiwiku Dipasung orang asing itu? Mulutnya yang kelu tak mampu lagi menyebut namamu Berabad-abad aku terlelap Bagai laut kehilangan ombak Atau burung-burung Yang semula Bebas di hutannya Digiring ke sangkar-sangkar Yang terkunci pintu-pintunya Tak lagi bebas mengucapkan kicaunya Berikan suaramu, kemerdekaan Darah dan degup jantungmu Hanya kau yang dipilih Di antara pahit-manisnya isi dunia Orang asing itu berabad-abad Memujamu di negerinya Sementara di negeriku Ia berikan belenggu-belenggu Maka bangkitlah Sutomo Bangkitlah Wahidin Sudirohusodo Bangkitlah Ki Hajar Dewantoro Bangkitlah semua dada yang terluka “Bergenggam tanganlah dengan saudaramu Eratkan genggaman itu atas namaku Kekuatanku akan memancar dari genggaman itu.” Suaramu sayup di udara Membangunkanku dari mimpi siang yang celaka Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan Di antara pahit-manisnya isi dunia Berikan degup jantungmu Otot-otot dan derap langkahmu Biar kuterjang pintu-pintu terkunci itu Atau mendobraknya atas namamu Terlalu pengap udara yang tak bertiup Dari rahimmu, kemerdekaan Jantungku hampir tumpas Karena racunnya Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan Di antara pahit manisnya isi dunia Matahari yang kita tunggu Akankah bersinar juga Di langit kita? Mei, 1985CatatanPuisi ini juga sering dijumpai dengan judul Nyanyian PuisiBeberapa hal menarik dalam puisi "Nyanyian Kemerdekaan" karya Ahmadun Yosi Herfanda adalah sebagai berikutPengorbanan dan kerinduan akan kemerdekaan Puisi ini menggambarkan pengorbanan yang dibutuhkan untuk mencapai kemerdekaan. Penyair merenungkan pahit-manisnya kehidupan dan menekankan pentingnya kemerdekaan sebagai pilihan utama. Puisi ini menciptakan perasaan kerinduan yang mendalam terhadap kebebasan dan menggambarkan keinginan untuk melihat saudara-saudara dan tanah air yang terbebaskan dari semangat patriotisme Puisi ini memanggil nama-nama pahlawan nasional seperti Sutomo, Wahidin Sudirohusodo, dan Ki Hajar Dewantoro, sebagai simbol semangat dan kekuatan untuk berjuang demi kemerdekaan. Hal ini menggambarkan pentingnya persatuan dan solidaritas dalam mencapai tujuan dan gambaran yang kuat Puisi ini menggunakan metafora dan gambaran yang kuat untuk menggambarkan keadaan penindasan dan penjara yang membatasi kemerdekaan. Gambaran tentang laut kehilangan ombak, burung-burung di sangkar, dan udara yang pengap menciptakan gambaran yang kuat tentang kehilangan dan kepahitan yang dirasakan dalam harapan dan keinginan akan perubahan Puisi ini mengungkapkan harapan akan masa depan yang lebih baik dan keinginan untuk mengatasi rintangan dan pintu-pintu terkunci demi mencapai kemerdekaan. Penyair merenungkan tentang sinar matahari yang mereka tunggu-tunggu, yang dapat menerangi langit mereka dan membawa ini menggambarkan semangat patriotisme, kerinduan akan kemerdekaan, dan harapan akan masa depan yang lebih baik. Penggunaan metafora yang kuat dan gambaran yang mendalam memberikan kekuatan dan keindahan pada puisi ini, sambil mengajak pembaca untuk merenungkan arti penting kemerdekaan dan perjuangan yang diperlukan untuk Nyanyian KemerdekaanKarya Ahmadun Yosi HerfandaBiodata Ahmadun Yosi HerfandaAhmadun Yosi Herfanda kadang ditulis Ahmadun Y. Herfanda atau Ahmadun YH adalah seorang penulis puisi, cerpen, esai, sekaligus berprofesi sebagai jurnalis dan editor berkebangsaan Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Januari pernah dimuat di berbagai media-media massa, semisal Horison, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana, dan Ulumul Qur'an.
. puisi karya ahmadun yosi herfanda